Wednesday, January 17, 2018

[ My Point of View ] Kenapa Wanita Harus Bekerja, meskipun Telah Menikah dan Memiliki Anak(-anak)?

My Point of View: Ini hanyalah sharing atas pandangan pribadi mengenai suatu hal (dan mungkin itu sensitif).  Namanya pandangan, pendapat semata.  Bisa benar, bisa salah. Sekian.


KENAPA WANITA HARUS BEKERJA MESKIPUN TELAH MENIKAH DAN MEMILIKI ANAK(-ANAK)??

Bekerja disini maksudnya adalah menghasilkan, bisa berarti wanita karir yang setiap harinya terikat pada jam kerja, freelancer, work from home, usaha sendiri atau lainnya yang penting 'menghasilkan'.  With respect sama pilihan moms lain diluar sana yang memilih jadi ibu rumah tangga (stay at home moms), berikut pertimbangan aku alasan kenapa sebaiknya wanita itu harus bekerja:



1.  Mandiri Secara Finansial dan sebagai Financial Support.

Bekerja bukan karena suami tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sekeluarga kalau aku tidak bekerja tapi lebih kearah kemandirian finansial dan financial support.  Aku bebas menggunakan uang yang aku hasilkan untuk membeli apa saja yang aku inginkan dan butuhkan, baik untuk keperluan pribadi maupun keperluan keluarga.  Jadi disini minimal kita bisa beli make up atau ke salon pakai uang sendiri, ga perlu minta..  Kita juga bisa leluasa beli baju dan mainan untuk anak, tanpa perlu minta ijin :)

Dari hasil bekerja, kita juga jadi bisa menabung untuk investasi masa depan anak dan keluarga.  Aku selalu menyisihkan penghasilan aku untuk ditabung, asuransi dan reksadana kemudian sisanya baru digunakan untuk keperluan sehari-hari dan kalau ada sisa, ditabung lagi.    Untungnya aku tidak gila belanja, bukan orang yang brand minded, bukan tipe orang yang suka party atau memiliki hobi yang menguras kantong.



2.  Tidak Mengalami Kejenuhan dan Emosi yang Labil.

Setiap orang ternyata berbeda ya.  Waktu aku cuti melahirkan 3 bulan (aku melahirkan spontan sehingga aku cuti pada saat bayi aku lahir), aku merasa bosan dan jenuh bahkan aku kangen banget sama kehidupan kantor.  Dirumah kayaknya aku malah merasa lelah banget (atau mungkin karena habis lahiran dan ngurus anak) dan kalau suami pulang, aku selalu minta ke Indomaret deket rumah.  Bukan perlu beli sesuatu, alasan saja biar bisa keluar..

Waktu 3 bulan berjalan sangat lama, dan aku agak takjub saja sama moms lain yang merasa waktu cuti sangat pendek dan sebal karena harus kembali meninggalkan anak untuk bekerja.  Aku pernah sih ngerasa aneh sama diri aku, tapi pas aku curhat ternyata ada teman aku juga yang merasakan hal yang sama.  Kami mengambil kesimpulan asal: Tidak ditakdirkan untuk menjadi stay at home mom! Tapi bukan berarti tidak sayang anak dan tidak mengutamakan keluarga loh yaa..



3.  Kita Tidak Tahu Apa Yang Terjadi di Masa Yang Akan Datang.

Kita selalu berdoa kalau segalanya akan selalu baik-baik saja dan semua berjalan sesuai dengan yang kita harapkan, namun ada baiknya kita melakukan suatu langkah antisipasi ketika suatu hal tidak sesuai dengan rencana:


  • PHK.  Meskipun telah bekerja dengan baik, ada beberapa hal yang memungkinkan kita untuk di-PHK terutama apabila kita bekerja sebagai pegawai swasta.  Perusahaan besar tidak menjamin karir kita aman, karena kita tidak tahu bisnis perusahaan kedepannya, contohnya saja perusahaan media cetak dan oil and gas yang semakin kesini semakin lesu sehingga PHK tidak dapat dihindarkan.  Nah apabila ini terjadi, maka suami atau istri yang bekerja dapat saling support finansial keluarga.

  • Sakit.  Apabila sakit tersebut parah dan tidak dapat bekerja, maka salah satu pasangan yang bekerja dapat jadi support.  Dan apabila kita sakit biasa (tidak sampai tidak bisa bekerja), perusahaan tempat kita bekerja biasanya akan memberikan kita asuransi kesehatan, bahkan ada yang melingkupi seluruh anggota keluarga.

  • Perceraian. Tidak ada yang pernah berpikir akan bercerai, semoga itu tidak akan terjadi.  Namun berdasarkan pengalaman beberapa moms, apabila dengan terpaksa perceraian harus dilakukan, maka apabila kita berdua bekerja, kita dapat hidup tidak bergantung dengan orang lain.  Kita bisa mandiri untuk mensupport diri sendiri (dan anak-anak kita).

  • Kematian.  Ini merupakan suatu kepastian namun kita tidak akan tahu waktunya.  Jika kita bersama-sama bekerja, apabila suatu hari salah satu dari kita meninggal, maka finansial keluarga tidak menjadi lumpuh dan yang masih hidup dapat hidup mandiri dan tidak ketergantungan dengan pihak lain.  Bisa membandingkan kan bedanya suatu keluarga yang kehilangan suami/ayah sebagai tulang punggung tunggal keluarga dengan yang istri/ibunya bekerja?




4.  Jaminan Masa Pensiun. 

Saat ini, perusahaan wajib untuk mengalokasikan dana pensiun bagi pekerjanya, baik melalui program pemerintah (BPJS) dan bahkan ada yang menambahkan dana pensiun sesuai dengan kebijakan perusahaannya.  Dengan suami-istri bekerja, maka dana pensiun sebenarnya sudah terjamin karena baik istri dan suami, keduanya akan mendapatkan dana pensiun ini.  Bahkan, banyak perusahaan asuransi yang membuka program dana pensiun sehingga dengan gaji/penghasilan yang terima kita dapat mengikuti program pensiun ini, sesuai dengan kemampuan dan keinginan kita. 

Dengan adanya dana pensiun ini, kita tidak perlu merepotkan anak-anak kita atau keluarga kita apabila kita pensiun suatu saat nanti.  Sebenarnya aku sendiri kurang setuju dengan anggapan anak adalah investasi, dimana pada masa tua nanti anak kitalah yang wajib menjaga dan memelihara kita.  Mungkin benar itu sebagai tanda bakti kepada orang tua, tapi apabila nyatanya suatu kita akan membebani mereka?  Nah, agar kita tidak menjadi beban, maka kita dapat mempersiapkan hal tersebut semenjak dini dengan bekerja dan menginvestasikan penghasilan kita, selagi kita bisa dan mampu. 



5.  Makin Mampu untuk Melakukan Manajemen Waktu dengan Baik. 

Dengan bekerja, kita jadi mampu membagi dan mengatur waktu dengan baik bahkan jadi harus bisa multitasking.  Apabila kita terikat dengan jam kerja tertentu, maka kita akan berusaha menjadikan waktu bersama anak kita berkualitas.  Banyak yang bilang seorang ibu bekerja akan kehilangan kedekatan dengan anaknya, namun menurut aku itu tidak benar.. Mungkin memang kita missed sama pertama kali si kecil berdiri, langkah pertama, atau hal memorable lainnya tapi buat aku yang terpenting adalah dia tetap mencintai kita, bagaimana keberadaan (eksistensi) kita didirinya, bagaimana kita membuat dia merasa aman, bagaimana dia paham dan yakin ibunya bekerja untuk memenuhi kebutuhannya dan masa depannya.

Oleh karena itu, biasanya ibu bekerja akan berusaha semampunya agar waktu dengan anaknya berkualitas.  Dia akan benar-benar berusaha mendidik, bermain, berkomunikasi, dan bersenang-senang dengan anaknya di waktu yang ia miliki. 



6.  Sosialisasi dan Mengimplementasikan Keilmuan.

Ada yang memberi stigma seorang ibu bekerja hanya ingin bersosialisasi dan menjaga eksistensi diri.  Bersosialisasi dan menjaga eksistensi tidak buruk kok, tapi percayalah itu bukan hanya satu-satunya alasan seorang ibu bekerja.  Selain memiliki teman dan mengenal berbagai macam orang dengan berbagai karakternya, banyak sekali manfaat positif yang didapat melalui bekerja.  Salah satunya dapat bertukar pikiran mengenai pola pengasuhan anak.  Terkadang aku sendiri mendapatkan jawaban mulai dari pertanyaan tentang pemberian asi eksklusif, anak sakit, dan persoalan tumbuh kembang anak lainnya dari teman kantor.

Apabila harus resign dan tidak bekerja, aku merasa 'sayang' jika ilmu yang telah aku pelajari tidak dapat diimplementasikan.  Dengan mengimplementasikan keilmuan, maka secara pribadi selain merasa lebih 'bermanfaat', dan pengetahuan aku lebih bertambah lagi.  Yah memang sih ada saja yang ngomong "Buat apa sekolah tinggi-tinggi tapi ilmunya untuk orang lain, lebih bermanfaat kan untuk mendidik anak sendiri", tapi kan yahh, honestly, justru itu aku lebih tidak bisa dan nyerah kalo disuruh ngerjain (apalagi ngajarin) soal matematika anak SD sekarang dibanding melakukan pekerjaan kantor :D  Mungkin kalo aku lebih baik menabung untuk biaya les anak nantinya hehehe.. Makanya, thumbs up buat moms yang memang memilih mendidik sendiri anak-anaknya :)



7.  Berkesempatan Lebih Besar Untuk Melakukan Pengalaman Baru Bersama Anak.

Dengan bekerja, maka otomatis secara finansial moms bekerja akan menjadi lebih baik.  Karenanya, moms bisa memberikan pengalaman-pengalaman baru buat si kecil, misalnya mencoba theme park (taman bermain) baru, wisata edukatif, restoran (wisata kuliner), traveling baik kedalam maupun luar negeri, dan lain sebagainya.  Informasi tentang tempat yang bagus untuk dikunjungi oleh anak-anak mungkin dapat diperoleh dari teman kantor atau relasi yang juga bisa menjadi dasar rujukan untuk pergi bersama si kecil. 







_________________________________________



DISCLAIMER:
Segala sesuatu yang tertulis dalam blog ini bukan dan tidak dapat dianggap sebagai suatu saran professional serta tidak dijamin keakuratannya melainkan agar dapat dipandang sebagai sharing pengalaman dan hasil research pribadi sebagai informasi, termasuk segala tautan yang ada didalamnya, sehingga karenanya tidak disarankan untuk digunakan sebagai dasar rujukan apapun.  Pembaca dapat meminta nasihat dan saran professional sehubungan dengan permasalahan yang dialami.  Penulis dan pemilik blog tidak bertanggungjawab atas kerugian yang timbul sehubungan dengan isi dari tulisan ini. Setiap konten berupa tulisan, gambar, foto, video, rekaman suara, atau gabungan diantaranya yang terdapat pada blog ini dilindungi oleh hak cipta sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.







Wednesday, January 3, 2018

PARENTING: Agar Baby Sitter/Suster/ART Betah Kerja Dirumah


TIPS AGAR BABY SITTER/SUSTER/ART BETAH KERJA DIRUMAH.


 
Banyak sekali pertanyaan (termasuk aku sendiri) dan keluhan serta drama per-suster/ART-an, dari mulai suster/ART yang tidak betah, berkinerja tidak sesuai dengan yang kita harapkan (untuk hal ini, dapat dibaca disini ya moms), dan lain sebagainya. Nah, berikut tips versi aku agar suster/ART bisa betah untuk bekerja ditempat kita:




1. Lihat Mereka Sebagai Partner Kerja.

Suster anak aku ternyata sangat telaten, sabar dan berpengalaman dibanding aku.  Dia sangat profesional bekerja dibidangnya dan memberikan masukan-masukan yang sangat berguna untuk aku. Sebagai ibu muda, pada saat itu aku tidak mempunyai pengalaman sama sekali mengenai perawatan bayi dan kehadiran suster itu sangat membantu.  Jadi meskipun kita sebagai pemberi kerja, namun kita harus mau mendengar saran-saran dan belajar dari pengalaman mereka bekerja dari tempat sebelumnya.  

Dengan demikian, suster/ART tersebut juga akan merasa dihargai oleh kita dan tentunya suster/ART akan melakukan tugasnya dengan hati yang gembira.



2. Seperti Juga Kita, Mereka Pun Punya Kelebihan dan Kekurangan.

Pasti dong yaa kita menyadari kalau diri kita memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan suster/ART kita.  Coba sekali-sekali jangan terus menerus melihat kekurangan mereka, tapi juga kelebihannya.  Apresiasi kelebihannya sambil memberikan dorongan untuk mengatasi kelemahan/ kekurangannya.  Jangan meletakan standar yang terlalu tinggi atau membandingkan skill/kemampuan suster/ART dengan yang sebelumnya.

Kalo aku sih pasti kasi tau suster kalo misalnya pekerjaan mereka ada yang kurang biasanya dengan mencontohkan cara melakukan pekerjaan tersebut dengan baik dan benar.  Biasanya apabila diberitahu dan dicontohkan secara baik-baik, mereka juga akan meniru dan mengerjakannya juga.  



3. Beri Suster/ART Privasi.  

 Privasi disini artinya kita paham dan mengerti kalau dunia suster/ART itu tidak melulu hanya bayi dan rumah kita saja.  Mereka juga punya keluarga, saudara, atau siapapun yang dianggap penting bagi hidup mereka.  Larangan penggunaan alat komunikasi terkadang justru membuat mereka tertekan, sebaiknya kita sedikit fleksibel terhadap peraturan penggunaan handphone.  Misalnya kita tegaskan kalau handphone hanya boleh digunakan pada jam-jam tertentu saja, sehingga memberikan kesempatan suster/ART untuk berkomunikasi dengan orang lain.  Aku sendiri tidak memiliki peraturan mengenai penggunaan handphone saat ini, hanya aku berpesan agar suster tidak menggunakan handphone secara bijak.  Kenapa seperti itu?  Karena saat ini, suster aku adalah seorang istri dan ibu dari 3 orang anak.  Kita saja dikantor sering mengecek anak kita, begitu juga suster kan? :)  Kalau dia single, mungkin peraturannya akan diubah :D



4. Hargai Waktu Istirahat Suster/ART.

Suster/ART juga manusia yang bisa lelah, sakit, dan bahkan butuh refreshing.  Moms bekerja?  Kalau iya, pasti juga selama jam kerja juga butuh istirahat kan?  Begitu juga Suster/ART.  Beri mereka waktu khusus untuk beristirahat, dan hormati waktu istirahat mereka tersebut dengan tidak menggangu/ memberi mereka pekerjaan, kecuali yang sifatnya urgent. 

Aku sendiri akan pegang bayi aku sendiri waktu malam hari, jadi meski bayi terbangun, aku tidak membangunkan suster.  Tapi terkadang apabila baby nangisnya dan terbangun lumayan lama, suster aku kebangun juga.  Mungkin merasa tidak enak sama kita soalnya paginya kita masih kerja, padahal kita sih santai :D  



5. Penuhi Kebutuhan Jasmani dan Rohani.

Kebutuhan jasmani disini misalnya pastikan kita memenuhi kebutuhan makanan suster/ART.  Karena aku bekerja, dari mulai sarapan, makan siang, dan makan malam aku diluar rumah.  Jadi aku selalu memastikan dikulkas tersedia stok bahan makanan dan terkadang kalau pulang kerja membelikan makanan jadi (ayam goreng, pizza, atau makanan lainnya yang dapat dipanaskan) untuk dimakan suster keesokan harinya.  Aku juga minta agar suster memberitahu apabila ada bahan makanan/ bumbu yang ingin dibeli untuk dimasak.  

Aku juga memberi kesempatan agar suster dapat beribadah dan menghindari hal-hal yang tidak diperbolehkan dalam agamanya.  Walau meskipun telah diberikan kesempatan, terkadang suster tidak melaksanakannya - mungkin karena tidak enak sama kita, atau mungkin karena memang belum diberi kesadaran untuk menjalankannya :D



6. Bersikap Adil.

Beberapa moms terkadang bersikap kurang adil atas diri suster/ARTnya.  Misalnya pada beberapa kasus anak moms memukul atau bersikap kasar terhadap suster/ART, ada beberapa ibu yang bukannya mengajari dan mendidik anak untuk bersikap baik terhadap semua orang serta memberitahu bahwa sikap tersebut salah, tapi malah cuek atas sikap anaknya dan bahkan menyalahkan suster/ART tersebut.  Atau, beberapa moms marah-marah karena anaknya tidak mau makan dan berat badannya turun drastis kemudian menyalahkan suster/ART-nya, padahal itu terjadi karena memang ada beberapa anak yang sedang dalam masa 'GTM - Gerakan Tutup Mulut (susah makan)' atau malahan moms sendiri yang tidak menyediakan makanan dengan gizi dan nutrisi seimbang.

Yah seperti halnya kita bekerja dikantor ya, kita disuruh mengerjakan suatu tugas dengan menggunakan komputer/laptop kantor yang lemot dan printer butut tapi si bos maunya hasil cepat dan rapi, susahkan? Malah mungkin kita berpikir untuk cepat-cepat resign dari kantor tersebut (disini saya sedikit curhat hehe..)  



7. Dengar Keluhan Mereka dan Diskusikan Setiap Hal yang Terjadi di Rumah.

Terkadang kita sok tau segalanya dan malas berdiskusi tentang apa saja kejadian yang terjadi dirumah, terutama hal-hal sepele.  Kita hanya mengatur apa yang harus dilakukan, tanpa mau mendengar apa pendapat dan keluhan suster/ART - atau karena suatu dan lain hal suster/ART takut (atau malas) mengemukakan apa yang menjadi keluhan/pendapat mereka tersebut.

Misalnya saja yang simpel, kalau mereka mengeluhkan semua pisau dapur tumpul/rusak atau spons cuci piring sudah pada rusak, segera tanggapi dengan membelikan pengasah pisau/ pisau baru dan spons pencuci piring.  Jangan malah marah-marah karena waktu memasak jadi lama atau piring kurang bersih dicuci, suster/ART akan tambah bete dan tidak betah bekerja dirumah moms.



8. Beri Deskripsi Kerja yang Jelas.

Dengan diberikan deskripsi kerja yang jelas dan telah disepakati bersama, maka tugas suster/ART akan terarah dan mereka dapat mengerti dan melakukan tanggungjawabnya dengan baik.  Berdasarkan pengalaman yang diceritakan oleh para suster/ART, sebenarnya mereka kurang menyukai dengan cara kerja tidak terarah dan banyak potensi konflik disana.  Contohnya dirumah ada beberapa ART dan suster, maka harus diperjelas pekerjaan mereka masing-masing dan lebih baik dibuatkan list pekerjaan mereka satu persatu.  Kalau tidak, akan banyak drama didalam rumah, seperti iri hati dan lempar melempar pekerjaan.



9. Treat.

Untuk treat sebenernya sendiri tidak ada waktu khusus kapan harus memberi.  Kadang-kadang kalau pulang kantor aku sering membelikan Chatime atau kue atau apapun kesukaan suster/ART.  Mereka sangat senang sekali diberikan sesuatu kesukaannya dan apabila mereka happy, tentu akan betah bekerja dirumah kita.  Sebenernya untuk hal ini bisa kita merefleksikan diri kita sendiri ditempat kerja atau dimanapun, apabila seseorang/boss memberikan kita hadiah kita akan menjadi semangat bekerja dan betah bekerja ditempat itu kan?  Service/ kualitas kerja kita pun akan otomatis meningkat.



10. Anggap Mereka Sebagai Bagian dari Keluarga.

Memang sebagian moms memutuskan untuk menjaga jarak dengan suster/ARTnya dan bebas-bebas saja sih hanya apabila kita menginginkan suster/ART agar betah bekerja dirumah maka sebaiknya moms menganggap suster/ART sebagai bagian dari keluarga sendiri, misalnya dengan tidak membedakan peralatan makan yang digunakan dan mengajak suster/ART makan bersama-sama dengan kita pada waktu makan diluar rumah.   

Banyak moms yang menganggap apabila suster/ART diperlakukan lebih maka mereka akan ngelunjak, itu sebenernya kurang tepat ya.  Apabila kelakuannya sudah melampaui batas, moms tinggal memperingatkannya saja kok, dan biasanya mereka akan mendengar dan intropeksi.  Mereka akan berat meninggalkan keluarga tempat mereka bekerja yang baik dan menggangap mereka sebagai bagian dari keluarga.



11. Tidak Terlalu Curiga.

Terkadang kita terlalu curiga apakah suster/ART telah melakukan pekerjaannya dengan baik dan melakukan segala cara untuk mengawasi suster/ART.  Untuk langkah antisipasi memang baik, namun yang aku bicarakan disini adalah kecurigaan yang berlebihan. 

Contohnya aku punya teman, sebut saja si X, seorang ibu yang meninggalkan anaknya dirumah ditemani oleh seorang suster.  Si X telah memasang cctv disetiap sudut rumahnya dan dikantor waktunya habis terkuras mengawasi cctv tersebut hampir tiap 2 jam (atau bahkan tiap jam!).  Si X juga selalu menelfon si suster dengan wejangan-wejangan yang menurut aku tidak perlu.  Hal ini sih selain menyebalkan bagi orang sekelilingnya serta menggangu kinerja teman aku tersebut, juga pastinya membuat si suster tidak betah kerja dirumah si X.  Sudah tidak terhitung berapa kali dia mengganti suster untuk anaknya.  Yah, kita saja malas kalau pada saat bekerja selalu diawasi dan dikomentari kan ya..  Pengawasan harus, curigaan jangan.  Kalo sikap moms seperti ini, mending sekalian jadi stay at home mom dong, kan lebih puas dalam mengurus anak sendiri :)



Semoga artikel ini bisa membantu yaa moms J








_______________________________________

DISCLAIMER:

Segala sesuatu yang tertulis dalam blog ini bukan dan tidak dapat dianggap sebagai suatu saran professional serta tidak dijamin keakuratannya melainkan agar dapat dipandang sebagai sharing pengalaman dan hasil research pribadi sebagai informasi, termasuk segala tautan yang ada didalamnya, sehingga karenanya tidak disarankan untuk digunakan sebagai dasar rujukan apapun.  Pembaca dapat meminta nasihat dan saran professional sehubungan dengan permasalahan yang dialami.  Penulis dan pemilik blog tidak bertanggungjawab atas kerugian yang timbul sehubungan dengan isi dari tulisan ini. Setiap konten berupa tulisan, gambar, foto, video, rekaman suara, atau gabungan diantaranya yang terdapat pada blog ini dilindungi oleh hak cipta sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.